Claudhy Fitria. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Musik dalam Pandangan ISLAM : Halal atau Haram ?

Pada zaman sekarang, musik —termasuk di dalamnya aneka ragam syair lagu, istrumentalia, alat-alat, dan artis yang menyanyikannya— telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan, bagi sebagian orang musik adalah sumber kehidupan. Betapa tidak, hidup dan matinya untuk musik, sehingga tidak ada hari tanpa musik yang dimainkan atau didengarkannya.

Pertanyaannya, bagaimanakah musik dalam pandangan Islam? Haramkah … halalkah … atau malah kedua-duanya? Bagi seorang Muslim, pertanyaan semacam ini layak dikemukakan dan dicari jawabannya, karena segala sesuatu yang dilakukannya memiliki konsekuensi pahala dan dosa yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.

Jika halal, musik akan menjadi kebaikan apabila dimainkan atau dinikmati. Namun, jika haram, musik sudah pasti akan membawa keburukan, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan, kita dapat merujuk kepada nash-nash agama tentang musik. Beberapa di antaranya dapat kita sebutkan di sini.
Allah Swt. berfirman, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lagu dan nyanyian) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS Luqman: 6)
Rasulullah saw bersabda, "Akan muncul di kalangan umatku nanti beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik." (HR Bukhari, Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah)
Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw berkata tentang umat Islam, "Gerhana, gempa dan fitnah." Seseorang sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras merajalela." (HR At-Tirmidzi)

Berdasarkan keterangan tersebut, selintas kita mendapatkan kesimpulan bahwa Islam mengharamkan musik, kalau tidak dikatakan mengutuk dan melaknatnya. Musik—dengan berbagai unsur di dalamnya—dipersepsikan sebagai kesia-siaan, alat permainan sekaligus jerat-jerat setan, dan jalan menuju kerugian.

Benarkan seperti itu? Jika benar, orang akan segera beranggapan bahwa Islam tidak sesuai dengan fitrah, tidak menyukai keindahan dan hiburan. Bukankah secara fitrah manusia menyukai keindahan dan musik adalah bagian dari keindahan tersebut?

Tentu tidak seperti itu. Islam adalah agama fitrah. Setiap aspek dari ajarannya berisi bimbingan agar manusia bisa berlaku sesuai fitrahnya. Adapun larangan Islam terhadap musik lebih bersifat pencegahan terhadap aspek negatif yang bisa ditimbulkannya, yaitu melalaikan manusia dari mengingat Allah dan menyeret manusia ke dalam jerat-jerat setan.

Dengan demikian, tidak semua musik haram. Ada musik tertentu yang dihalalkan agama bahkan berpahala apabila kita menikmati atau membuatnya. Musik seperti apa? Itulah musik yang menjadikan kita ingat kepada Allah, taat kepada-Nya, musik sebagai tanda syukur, dan membawa kebaikan bagi orang banyak.

Dalam sebuah hadits disebutkan: "Suatu ketika Rasul saw masuk ke bilik Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi"), kemudian Abu Bakar mencegah keduanya. Akan tetapi Rasulullah malah bersabda, "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR Bukhari).

Adapun musik yang diharamkan adalah musik yang menyeret manusia ke dalam kesia-siaan, dosa dan maksiat, penghambaan kepada setan, sehingga dapat menjatuhkan derajat manusia sebagai khalifah Allah.

Agar lebih jelas, untuk menentukan keharaman musik, lagu, atau nyanyian, beserta aneka dimensinya, setidaknya ada empat indikator yang dapat kita pertimbangkan.

Pertama, apabila syair-syairnya berisi kata-kata kotor, melenakan, mesum alias porno, pengagungan terhadap berhala dan hawa nafsu, ajakan terhadap kekafiran dan maksiat, menduakan Allah, membangga-banggakan diri atau golongan dengan merendahkan orang lain, berisi permusuhan dan pelecehan terhadap nilai-nilai moral.

Kedua, apabila terjadi campur baur atau ikhtilat antara laki-laki dan perempuan.

Ketiga, musik tersebut dibawakan oleh wanita dengan penampilan seronok alias mengobral aurat, dengan tarian yang membangkitkan syahwat, dan dengan suara mendesah-desah lagi menggoda. Atau, musik tersebut dibawakan oleh siapa pun —bisa laki-laki atau perempuan— dengan memakai atribut dan simbol-simbol setan atau orang kafir.

Keempat, bersama musik tersebut dihidangkan aneka minuman atau makanan yang diharamkan, semacam khamr, beserta aneka fasilitas yang memudahkan orang untuk melakukan maksiat.

Ketika salah satu atau semua indikator tersebut terpenuhi, dapat dipastikan kalau musik tersebut haram hukumnya. Musik yang diharamkan agama sejatinya adalah musik yang memenuhi kriteria-kriteria semacam itu. Jika tidak, apalagi dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt, musik tersebut menjadi halal untuk kita nikmati. Itulah musik yang sesuai dengan fitrah. Wallâhu a’lam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar