Claudhy Fitria. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

5 Paradigma yang Salah tentang Band

Dibawah ini adalah paradigma yang sering muncul di masyarakat terutama di kalangan rekan-rekan muda yang punya niat ingin menjadi musisi tentang profesi menjadi musisi lebih spesifik lagi sebagai musisi yg tergabung dalam sebuah group musik bernama band. Tidak bermaksud menggurui, mengecilkan hati, mematahkan semangat, atau mencoba membelokkan kekeliruan karena tidak bisa dibilang keliru juga tanpa referensi kebenaran yang hakiki. Tapi ini adalah sebuah pemikiran kognitif dari pengalaman empirik yang nyata dialami dari kejadian-kejadian faktual yang dialami saya sendiri bersama rekan-rekan sejenis sebagai salah satu pelakunya.

1. Jadi anak band itu gaya hidup!

Buat kami jadi anak band itu pilihan. Ada orang yg milih jadi pegawai negeri, ada yang milih jadi guru, ada yang milih jadi pengusaha, dan segudang bermacam profesi lainnya. Jadi anak band sama layaknya jenis profesi lainnya yang bisa dipilih. Kalo band udah sukses baru bisa gaya.

2. Jadi anak band itu dikerubutin cewek-cewek cantik!

Pendapat yang satu ini sulit untuk diperdebatkan. Tapi perlu dilihat juga fakta banyak sekali anak band (terutama yang masih berjuang) yang menghabiskan waktunya berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan menyelesaikan demo di depan layar komputer. Jangankan ketemu cewek-cewek cantik, satu-satunya makhluk hawa yang ditemui mungkin cuma si ibu warung yang jualan rokok. Itupun interaksi sosial hanya dibatasi oleh beberapa kata dalam transaksi saja.

Dengan perkembangan masyarakat yang semakin permisif tidak menutup kemungkinan anak band yang mayoritas anggotanya adalah laki-laki juga dikerubutin cowok-cowok cantik...hiiiiiiiiy!

3. Jadi anak band itu adalah karir!

Buat saya jadi anak band lebih tepat seperti halnya sebuah petualangan yang TIDAK linear. Layaknya sebuah petualangan pasti penuh dengan tantangan dan pengalaman yang seru. Tidak seperti karir juga, karena tahapannya tidak pernah jelas dan pasti.

Ada sebuah masa nama band kita akan terdengar layaknya sebuah istilah medis (klo disebut namanya orang bingung, contoh : “hah, M.I.G.I tuh apaan? sejenis obat?), tapi ga da yang nyangka klo tau-tau besok semua infotainment sore membicarakan sebagai band pendatang baru yang paling fenomenal.

Tidak seperti karir, yang hari ini jadi staff, beberapa tahun kemudian jadi manager, trus jadi direktur...bla...bla...bla.... jatuh bangun brand sebuah band jelas tidak berbanding lurus dengan waktu.

Anytime you can rise, anytime you can fall.

4. Contohlah band-band yang sukses biar juga jadi sukses!

Pemikiran ini yang agak berbahaya bila semena-mena dicaplok tanpa pencernaan yang matang terutama pada penggunaan kata contoh.

Contoh paling ekstrim digunakan dalam penggunaan unsur-unsur musikal yang mutlak sama. Memang kita hidup di jaman yang sudah tercipta jutaan karya yang telah dipublikasi, tapi secara matematis masih sangat memungkinkan mengkreasikan berbagai macam bunyi-bunyian yang menarik untuk diapresiasi. Jumlah nada hanya 12 (kromatik) dan penggunaan kata terinspirasi seringkali jadi dalih para musisi yang kurang kreatif.

Jika ingin menjadi musisi yang hebat, jika mendapat ide musikal yang dirasa istimewa jangan sekedar mencontoh atau mencontek. Tapi secara arif, bijiak, kreatif dan artistik curilah idenya. Gunakan berbagai macam variasi meliputi melodi, rhythm, harmoni, bahkan sound, atau unsur musikal apapun sehingga menjadi lebih origin kamu.

Mengutip kata-kata Pablo Picasso, “Good artists copy, great artists steal”

Masih mirip-mirip dengan soal pencurian ide musikal, banyak para pengarah musik yang berorientasi pada tujuan kapitalis semata. Misalnya, dengan berkata pada band baru yang mau rekaman, “udah deh, musiknya dibikin kaya band X aja soalnya yang kaya gitu laku!”. Sebuah hal yang sangat disayangkan bahkan genre yang tujuan utamanya hanya semata-mata untuk klasifikasi dan pemudahan penyebutan jenis musik dijadikan sebuah ukuran standar laku tidaknya sebuah karya. Apalagi standar itu secara tidak langsung ditetapkan oleh orang yang ga punya kapabilitas dalam membuat karya. Yang pada akhirnya semuanya mengekor, pengen laku, dan jadi ukuran “standar” industri.

Kami ga mau cuma jadi band standar, kami mau jadi band yang punya kualitas lebih bahkan klo perlu bikin standar baru yang lebih tinggi demi majunya kreatifitas musik Indonesia!

Penggunaan lain kata contoh yang berbahaya adalah soal image band. Banyak band-band baru yang masih mencari identitas, kemudian semena-mena mencangkok berbagai macam imaji band-band yang sudah sukses sebelumnya menjadi gaya bandnya, meliputi cara berpakaian, potongan rambut (wah..klo yang ini saya juga pernah menjadi korbannya, bukan sengaja tapi karena salah pesan ke haristylist yang motong rambut...hahaha), dan berbagai macam hal lainnya yang membuat band-band tersebut lupa akan pentingnya sebuah identitas yang berbeda, identitas asli band dengan menampilkan sisi terbaik.

Ga ada aturan baku soal image band. Mewarnai rambut, mentatto, menindik, memborong satu etalase aksesoris untuk dipajang dibadan, dan berbagai macam hal yang ga penting lainnya termasuk minum alkohol dan menggunakan narkoba tidak akan mendongkrak penjualan album dan RBT. Percayalah!

Yang terbaik adalah JADILAH DIRIMU SENDIRI dengan berani menampilkan jati diri sendiri dengan cara yang terbaik.

Penggunaan kata contoh yang paling tepat harusnya lebih kepada idelisme, pola pikir, strategi promosi, strategi pemasaran, dan berbagai macam pemikiran positif lainnya tentang bagaimana band-band yang sudah sukses sebelumnya bisa membangun brandnya sehingga diterima oleh masyarakat luas. Sayangnya sudut pandang ini yang jarang dilihat.


5. Gue pengen jadi anak band supaya kaya dan terkenal!

Nah pemikiran yang terakhir ini menurut saya yang patut disebut keliru. Saat memilih profesi sebagai pelaku musik, hakekatnya tujuan utama adalah berkarya sebaik-baiknya.

Kenapa kami memilih profesi sebagai musisi? Hanya dua alasannya karena menurut saya

1. musik termasuk salah satu hal terbaik di dunia ini
2. hal terbaik yang bisa kami lakukan di dunia ini adalah menulis lagu yang baik dan membuat musik yang bagus

kami melakukannya karena kami mencintai apa yang kami lakukan. Kehidupan di alam semesta ini bekerja dengan berbagai macam hukum alam. Salah satu hukum alam yang cukup populer adalah hukum sebab akibat.

Terkenal dan kaya itu hanya sebuah konsekuensi logis dari apresiasi pecinta musik yang menghargai karya-karya kita sehingga mau beli album asli, berlangganan RBT, dsb dsb. Menjadi sebuah akibat yang disebabkan oleh betapa baiknya sebuah karya dikreasikan dan dibantu dengan strategi pemasaran dan promosi sebagai katalisator yang jitu sehingga orang bisa kenal kita, sehingga mereka punya pilihan untuk memilih menjadi suka atau tidak suka.

Klo tujuannya utamanya adalah terkenal dan kaya, niscaya saat udah terkenal dan kaya pasti akan berhenti berkarya atau berhenti bikin karya yang sebaik-baiknya, karena tujuan utamanya telah tercapai. Dan perlu diingat juga fakta banyak musisi yang terkenal tapi tidak kaya dan banyak juga musisi yang kaya tapi tidak terkenal, dan lebih banyak lagi (saya yakin kalo dibuat surveynya) musisi yang belum terkenal dan belum kaya. Sebagai pelaku musik sejati hal-hal tersebut tetap tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk terus membuat karya musik yang terbaik.

Jadi mari berkarya!

dicopy-paste dari Menulis Impulsif Gempita Impresi - http://igim.tk

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar