Claudhy Fitria. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Masa Depan Dunia Musik

Masa Depan Dunia Musik, Ada Di Tangan I-Pod Anda

Meski membahas hal berbau digital dan internet, ini bukan tulisan tanda selamat datang bahwa Ziggie Wiggy sekarang tersedia fasilitas on-linenya setelah hanya berada di dunia audio-visual. Ini hanyalah, catatan kecil tentang dunia musik sekarang telah melampaui batas dunia fisik. Hal ini membuat kita berpikir ulang tentang “Masa Depan Dunia Musik”. Siapkah??? 

Ketika Thomas Alva Edison dan Emile Berliner menemukan Phonograph dan Gramophone, musik hadir dan bisa dinikmati dalam bentuk rekaman. Ketika Steve Jobs mengeluarkan ipod, musik hadir dalam bentuk digital. Setidaknya ipod adalah simbolik tepat untuk menggambarkan “Musik di Masa Depan”. Yup, secara global, gejala ini dimulai sekitar tahun 2001, di mana Mac mengeluarkan sebuah alat untuk mendengarkan musik bernama ipod. Fenomenanya sudah terlihat; beberapa orang terlihat ramai menenteng benda kecil putih ini, beberapa kolektor menjual koleksi vinyl dan CD-nya untuk kemudian diconvert dalam bentuk digital agar bisa diputar di ipod, bahkan fasilitas download telah memudahkan semua orang menikmati musik digital. 

Berkaitan dengan masalah pasar musik digital, bahkan CEO & Chairman Real Networks Rhapsody, Rob Glaser telah mengungkapkan prediksinya, “ We believe that the global online music market is poised for even greater growth in 2005 and 2006, as broadband becomes ubiquitous and consumers around the world grow comfortable with online services. Real networks will continue to work closely with the global music industry to deliver localised online services that make it easy for music fans to explore and enjoy the music they love.” Era musik digital ini telah membuat pasar dunia musik tak hanya dalam bentuk fisik dan konvensional saja, para industri musik digital pun sudah mulai menancapkan kukunya dalam persaingan merebut porsi pasar musik digital. Kita sendiri, sebagai penikmat, hanya tinggal menyiapkan ipod saja, dan mencintai musik yang kita sukai! 

Terus apa yang menjadi barometer bahwa musik digital menjadi “Musik di Masa Depan”? 

Pertama, tentu saja dalam bidang produksinya yaitu kebangkitan bermunculannya musik elektronik. Bahkan ada slang khusus buat musisi elektronik yaitu “musisi kamar”. Alasannya, karena dengan komputer dan program software fruity loops dan cool edit yang ada di kamar, seorang geek pun bisa menjadi musisi paling keren, bahkan yang tak bisa bermain gitar pun bisa menjadi musisi elektronik. Semua serba dimudahkan, semua serba digampangkan, semua tinggal klik dan beres. 

Bolehlah Kraftwerk dikenal sebagai leluhur band elektronik, namun perkembangan musik digital atau musik elektronik tentu berkembang pesat gila-gilaan saat ini. Kalau boleh diibaratkan, mungkin sama dengan rombongan hewan-hewan yang turun gunung akibat hutan kebakaran. Semua jenis musik elektronik sudah mulai tersedia dan bervariasi layaknya aneka ragam fauna yang turun gunung itu. Mulai dari penyuka dance music, IDM, digital ########, glitch music, dan musik-musik yang memakai sampling elektronik. Wuihhh… Kalau menyebut satu persatu bandnya malah bisa ngalahin aneka satwa di Taman Safari. 

Barometer kedua, distribusi musik. Selama ini kita mengenal tempat distribusi kaset rekaman hanya sebatas toko konvensional seperti Aquarius atau Disc Tarra kalo di Indonesia. Namun, perkembangan musik digital bahkan memungkinkan fasilitas download yang mendobrak dinding fisik. Tak hanya itu, musik digital bahkan memungkinkan musisinya sendiri yang mendistribusikannya dengan fasilitas download seperti Myspace, PureVolume, dll. 

Sebagai sebuah distribusi, mungkin I-tunes adalah contoh yang paling relevan. Meski musik digital rawan pembajakan dan download yang tanpa mengindahkan hak intelektual seperti yang terjadi pada kasus Napster, membuat para musisi di Amerika anti-pati pada Napster. Namun, berbicara pembajakan memang seperti berlari-lari tanpa obor di labirin gelap tanpa akhir. Sebuah topik tanpa akhir. Endless topic. Mari kita bahas masalah ini nanti aja okey… 

Kembali ke masalah distribusi musik digital, tentu kita mengenal nama-nama seperti i-tunes untuk luar negeri atau Equinox DMD dan Im:Port untuk skala dalam negerinya yang menyediakan fasilitas download berbayar. Nama-nama distributor itu bahkan tak memiliki toko dalam bentuk fisik, kecuali selain seperangkat komputer. Kini muncul sebuah toko dalam bentuk fisik di kawasan Blitz Megaplex, Bandung bernama Digital Beat Store yang menyediakan fasilitas download berbayar sebesar Rp. 5000/ lagu untuk lagu lokal dan 10.000/ lagu untuk lagu internasional. Kesimpulannya, orang-orang tidak lagi membutuhkan pita atau cakram. Tapi, butuh i-pod! 

Bukan tak mungkin jika untuk kedepannya musik digital serta pengembangan infrastruktur berkembang sangat cepatnya tanpa kita sadari. Yang menjadi pertanyaan besarnya, akankah musik digital ini membunuh musik analog? Akankah fasilitas download membunuh kaset/ CD di toko kaset konvensional? Akankah i-pod membunuh walkman dan discman?
Siapkah kita menyambut itu semua?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar